Berani Bermimpi Akan Sesuatu Yang Besar dan Baik Untuk Menuju Sebuah Kemandirian Yang Bisa Membawa Diri Ke Dalam Sebuah Kesuksesan Besar. Berani Mencoba Apa Yang Kita Rasa Tidak Mungkin. Berusaha dan Berdoa didalam Setiap Langkah Kaki Yang Terpijak.


Rabu, 11 April 2012

Menarik Anak Putus Sekolah kembali Sekolah

KBR68H - Tahun ini, sebanyak 10. 500 anak putus sekolah menjadi target pemerintah untuk dapat kembali menikmati bangku sekolah. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pendidikan akan membuat komite untuk membujuk orang tua anak putus sekolah agar tak menyuruh anaknya bekerja. Apakah ini dapat menyelesaikan akar masalah anak putus sekolah?

Riki merupakan salah satu pengamen cilik di Jakarta Timur. Ia mengamen untuk menambah kebutuhan keluarga. Meski mengamen, Riki terbilang masih beruntung karena tetap bisa bersekolah. Dunia tarik suara jalanan baru ia lakoni saat jam sekolah usai.

Saya Riki, kakak nggak melaporkan kita ke Satpol PP kan? (Enggak lah, Riki ngamen dari jam berapa? ) jam 16.30 sampai jam 19.00. (keinginan sendiri atau orang tua? ) Keinginana sendiri. (kenapa? ) buat beli baju olahraga, buat makan. (Ibu kerja apa? ) Ibu ngegosok buat bayar rumah. (Ibu pernah ngelarang? ) pernah, tapi aku mau sendiri.

Komnas Perlindungan anak mencatat ada 1,7 juta anak yang bernasib lebih buruk dari Riki. Mereka putus sekolah karena masalah kemiskinan. Dari jumlah tersebut, pemerintah menargetkan 10.500 anak putus sekolah tahun ini kembali ke sekolah. Ini merupakan target yang ditetapkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Pendidikan Nasional. Juru Bicara Kementerian Tenaga Kerja Dita Indah Sari mengatakan lewat program ini pemerintah hendak mengurangi jumlah anak jalanan.

“Karena kita kerjasamanya dengan Diknas dan swasta ya kita nempel dengan program mereka, bukannya Kemenakertrans bangun sekolah sendiri, enggak. Kita dorong pihak swasta dan diknas untuk membuka lebih banyak kuota untuk pekerja anak. Nah itu makanya memang di daerah-daerah kita bentuk komite, komite pengawas pekerja anak, terdiri juga dari Diknas. Komite ini yang akan mendatangi rumah-rumah anak yang bekerja untuk meyakinkan orang tua untuk melepaskan anaknya ke sekolah. “

Meski ditarik ke sekolah, para anak jalanan ini masih bisa bekerja membantu orang tua. Syaratnya, tidak boleh lebih dari 3 jam setiap harinya. Dita Indah Sari menambahkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mendorong partisipasi Kemendiknas dan swasta mendirikan sekolah di tempat yang banyak pekerja anaknya. Misal sekolah untuk pekerja anak pemulung di Bantar Gebang.

Ide ini mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR. Anggota Komisi Muhammad Baghowi mengatakan perlu terobosan besar untuk mengatasi besarnya jumlah anak jalanan yang putus sekolah.

“Ya saat ini dalam rangka wajib belajar 9 tahun, sebetulnya kan banyak sekali anak yang diwajibkan tetapi orang tuanya tidak begitu perhatian. Dari sisi itu memang kemarin belum dipikirkan, tapi kalau saat itu sudah dipikirkan, maka itu bagus sekali. Ini terobosan yang luar biasa untuk menjangakau anak-anak yang putus sekolah. Permasalahan yang kompleks ini saya setuju dilibatkan kementerian sosial. Walaupun Kementeria Sosial anggarannya terbatas, tapi kalau masalah anggaran bisa kita pikirkan untuk kita tingkatkan kalau untuk membantu anak yang putus sekolah.”

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait memberikan apresiasi atas program nasional yang dilaksanakan oleh oleh dua kementerian tersebut. Namun, Aris minta pemerintah fokus pada penyelesaian akar masalah putus sekolahnya anak-anak ini.

Saya kira perlu diapresisasi, tapi itu tidak menyelesaikan masalah. Bahwa pendidikan adalah penting, menyelesaikan akar masalah juga penting. Maka perlu ada kerja sama lintas kementerian, tak hanya Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan saja. Kalau kita mau membantu anak yang terpaksa putus sekolah karena kemiskinan dan sebagainya maka perlu ada kerja sama lintas kementerian. Kementerian pendidikan, Kementerian Sosial dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama dan Kementerian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak itu juga harus dilibatkan.

Arist Merdeka Sirait menambahkan, anak yang putus sekolah bukan sekedar butuh sekolah, tapi juga butuh makan। Perlu ada pemetaan yang jelas untuk menghapus anak jalanan dan mengembalikan mereka mereka ke sekolah.



Tidak ada komentar: